Hubungan dengan manusia
Para dewa dipercaya sebagai makhluk yang tak tampak dan tak dapat dijangkau. Mereka hidup di tempat-tempat suci atau tempat-tempat yang jauh dari jangkauan manusia, seperti surga, neraka, di atas langit, di bawah Bumi, di lautan yang dalam, di atas puncak gunung tinggi, di hutan belantara, tetapi dapat berhubungan dengan manusia karena manifestasi atau kekuatan supranaturalnya. Dalam beberapa agama monoteistik, Tuhan dianggap tinggal di surga namun karena kemahakuasaannya Dia juga ada di mana-mana sehingga dapat berhubungan dengan makhluq-Nya kapanpun dan di mana pun, tetapi secara kasatmata. Dalam pandangan umat beragama (monoteistik, politeistik, panteistik) sesungguhnya Tuhan ada di mana-mana, tetapi untuk memuliakannya Dia disebutkan tinggal di surga.
Dalam politeisme, para dewa digambarkan sebagai makhluk yang memiliki emosi dan wujud seperti manusia, sangat berkuasa, dan antara manusia dan para dewa ada perbedaan yang sangat menonjol. Para Dewa tinggal di surga sedangkan manusia tinggal di bumi. Karena para dewa tinggal di surga, maka para dewa memiliki kekuasaan dan kesaktian untuk mengatur, menghukum atau memberkati umat manusia. Sementara para dewa berkuasa, maka manusia memujanya dan memberikan persembahan agar dibantu dan diberkati oleh kemahakuasaan-Nya.
Dalam agama yang menganut paham monoteisme, dewa hanya satu dan sebutan tuhan adalah sebutan yang umum dan layak. tuhan merupakan sesuatu yang supranatural, menguasai alam semesta, maha kuasa, tidak dapat dibayangkan dan tidak bisa dilukiskan. Agama monoteisme enggan untuk mengakui adanya dewa-dewa karena dianggap sebagai tuhan tersendiri.
Dalam agama Hindu dan Buddha, meskipun meyakini satu tuhan, tetapi ada makhluk yang disebut dewa yang diyakini di bawah derajat tuhan. Dalam filsafat Hindu, para dewa tunduk pada sesuatu yang mahakuasa, yang mahaesa, dan yang menciptakan mereka yang disebut Brahman (sebutan Tuhan dalam agama Hindu). Dalam agama Buddha, para dewa bukanlah makhluk sempurna dan memiliki wewenang untuk mengatur umat manusia. Para dewa tunduk pada hukum mistik yang mengikat diri mereka pada karma dan samsara.
Dalam hal ini, tuhan adalah sesuatu yang agung dan mulia, tidak bisa disamakan dengan dewa dan tidak ada yang sederajat dengannya. Meskipun ada agama yang meyakini banyak dewa (seperti Hindu dan Buddha) namun jika memiliki konsep Ketuhanan yang Maha Esa, para dewa dianggap sebagai makhluk suci atau malaikat dan tidak sederajat dengan tuhan.
Dalam tradisi agama Hindu umumnya, para dewa (atau "deva", "daiwa") adalah manifestasi dari Tuhan Yang Maha Esa (Brahman). Para dewa merupakan pengatur kehidupan dan perantara tuhan dalam berhubungan dengan umatnya. Dewa-dewi tersebut seperti: Brahma, Wisnu, Siwa, Agni, Baruna, Aswin, Kubera, Indra, Ganesa, Yama, Saraswati, Laksmi, Surya, dan lain-lain.
Karena ditemukan konsep ketuhanan yang maha esa, dewa-dewi dalam agama Hindu bukan tuhan tersendiri. Dewa-dewi dalam agama Hindu hidup abadi, memiliki kesaktian dan menjadi perantara tuhan ketika memberikan berkah kepada umatnya. Musuh para dewa adalah para asura. Menurut agama Hindu, para dewa tinggal di suatu tempat yang disebut Swargaloka atau Swarga, suatu tempat di alam semesta yang sangat indah, sering disamakan dengan surga. Penguasa di sana ialah Indra, yang bergelar raja surga, atau pemimpin para dewa.
Dalam Buddhisme, dewa merupakan makhluk yang tidak setara dengan manusia, memiliki kesaktian, hidup panjang, tetapi tidak abadi. Buddhisme mengenal banyak dewa, tetapi mereka tidak dianggap sebagai Tuhan. Tidak seperti keyakinan Hindu, Buddhisme menyatakan bahwa para dewa tidak sempurna dan tidak Maha Kuasa. Mereka (para dewa) adalah makhluk yang juga sedang dalam usaha mencari kesempurnaan hidup. Dalam kosmologi Buddhisme, para dewa tinggal di Alam Dewa dan Alam Brahma. Sebutan 'brahma' secara khusus diberikan pada dewa yang berkedudukan lebih tinggi.
Sementara itu, Buddhisme awal secara moral tidak mengecam pemberian persembahan secara damai kepada dewa-dewi. Sepanjang sejarah agama Buddha, pemujaan dewa-dewi, sering kali berasal dari keyakinan pra-Buddhis dan animis, kemudian disesuaikan menjadi praktik dan kepercayaan Buddhis. Sebagai bagian dari proses itu, dewa-dewi tersebut dinyatakan sebagai bawahan dari Tiga Permata.[1]
Menurut catatan sejarah, bangsa Mesir Kuno menyembah banyak Dewa dan belum menemukan paham Ketuhanan Yang Maha Esa. Menurut kepercayaan Mesir Kuno, para Dewa merupakan makhluk-makhluk yang lebih berkuasa daripada umat manusia dan mengatur aspek-aspek kehidupan umat manusia. Mereka memberkati manusia, melindungi manusia, menghukum manusia, dan mencabut ajal manusia. Dewa-Dewi dalam kepercayaan bangsa Mesir Kuno merupakan penguasa setiap bagian dan unsur alam. Para Dewa merupakan Tuhan tersendiri sesuai dengan kemahakuasaan yang dimilikinya. Para Dewa yang menentukan nasib setiap orang.
Bangsa Mesir Kuno sangat memuliakan Dewa mereka.Tempat memuja para Dewa dan sesuatu yang berkaitan dengan para Dewa (seperti kitab, pusaka, dan kutukan) sangat dikeramatkan. Konon makam-makam para Raja dan kuil-kuil Mesir dilindungi Dewa dan mengandung suatu kutukan bagi orang yang berniat jahat. Pada zaman Mesir Kuno, Dewa yang banyak dipuja dan dianggap sebagai Dewa tertinggi adalah Dewa matahari, Ra (Amon-Ra). Ia merupakan Dewa yang banyak disembah di daratan Mesir. Kuil Abu Simbel didirikan untuk memujanya. Setelah itu, Dewa yang banyak dipuja adalah Osiris, Dewa kehidupan alam, penguasa akhirat. Selain itu, juga ada Anubis, Dewa kegelapan
Menurut mitologi Yunani, para Dewa adalah makhluk yang lahir seperti manusia, tetapi memiliki kemahakuasaan untuk mengatur kehidupan manusia. Mereka mengatur aspek-aspek dalam kehidupan manusia. Mereka tidak pernah sakit dan hidup abadi. Setiap Dewa memiliki kemahakuasaan tersendiri sesuai dengan kepribadiannya.
Nenek moyang para Dewa adalah Khaos. Para Titan adalah anak Gaia, keturunan Khaos. Para Titan (mitologi) melahirkan Dewa-Dewi Yunani, seperti Zeus putera Kronos, yang selanjutnya Zeus melempar para Titan (mitologi) dan akhirnya ia bersama para Dewa yang lain menjadi makhluk yang berkuasa dan mengatur kehidupan manusia.
Menurut mitologi Yunani, para Dewa tidak tinggal di surga, tetapi tinggal di Gunung Olimpus. Di sana mereka berkumpul dan dipimpin oleh Zeus, raja para Dewa. Sebelum kedatangan agama Kristiani, penduduk Yunani menyembah para Dewa. Mereka membuatkan kuil khusus untuk masing-masing Dewa. Dewa-Dewi yang dipuja tersebut, misalnya: Zeus, Hera, Ares, Poseidon, Afrodit, Demeter, Apollo, Artemis, Hermes, Athena, Hefaistos, Hades, Helios, dan lain-lain.
Mitologi Romawi hampir sama dengan mitologi Yunani, hanya saja nama dewanya menggunakan nama-nama Romawi. Zeus disebut Jupiter, Hera disebut Juno, Ares disebut Mars, Poseidon disebut Neptunus, Afrodit disebut Venus, Demeter disebut Keres, Apollo disebut Cupid, Artemis disebut Diana, Hermes disebut Merkurius, Athena disebut Minerva, Hefaistos disebut Vulkan, Hades disebut Pluto, Helios disebut Sol, Saturnus, Uranus, Fortuna, dan lain-lain.
Dalam mitologi Nordik, para Dewa merupakan makhluk yang mahakuasa, seperti manusia namun hidup abadi. Mereka bersaudara, beristri dan memiliki anak. Para Dewa dibagi menjadi dua golongan, Æsir dan Vanir. Æsir adalah Dewa-Dewi langit, sedangkan Vanir adalah Dewa-Dewi bumi. Æsir tinggal di Asgard sedangkan Vanir tinggal di Vanaheimr.
Menurut mitologi Nordik, para Dewa tidak terkena penyakit dan tidak terkena dampak dari usia tua. Para Dewa hidup abadi meskipun dapat terbunuh dalam pertempuran. Para Dewa menjaga keabadiannya dengan memakan buah apel dari Iðunn, Dewi kesuburan dan kemudaan. Para Dewa mampu bertahan hidup sampai Ragnarok tiba.
di kamus bebas Wiktionary.
Nathan Guzman/Unsplash
Dalam legenda suku Aztec, axolotl merupakan dewa api dan kilat yang menyamar sebagai salamander.
Bobo.id - Teman-teman, pernahkah kamu melihat secara langsung hewan amfibi yang bernama axolotl?
Axolotl (dibaca: Ack-suh-LAH-tuhl) adalah hewan yang juga sering disebut salamander air.
Dihormati oleh suku Aztec, axolotl merupakan dewa api dan kilat dari Aztec yang menyamar sebagai salamander untuk menyelamatkan dirinya.
Namun, hewan seperti apakah axolotl itu? Bagaimana cara mereka hidup dan di mana mereka ditemukan?
Untuk mengetahuinya, mari simak penjelasan tentang fakta axolotl berikut.
Axolotl berasal dari bahasa Nāhuatl āxōlōtl atau salamander Meksiko, karena habitat aslinya adalah Meksiko.
Dikutip dari National Geographic, axolotl memiliki kemampuan luar biasa untuk mengembalikan bagian tubuh yang hilang.
Dengan kemampuan inilah, axolotl selalu menjadi hewan muda sepanjang hidup mereka.
Berbeda dengan hewan amfibi atau salamander lainnya, axolotl tidak mengalami metamorfosis dari larva menuju hewan dewasa.
Fenomena tidak ada metamorfosis pada axolotl ini disebut neoteny.
Baca Juga: Mengenal Kuda Sembrani, Hewan Mitologi Nusantara yang Jadi Tunggangan Para Raja #MendongenguntukCerdas
Menurut Science Direct, neoteny merupakan pertahanan fitur atau ciri-ciri tubuh remaja pada hewan yang sudah dewasa.
Adapun ciri-ciri axolotl muda yaitu mempunyai insang berbulu yang ada di kepala mereka. Uniknya, insang tersebut mempunyai bentuk yang mirip seperti surai.
Kaki axolotl berselaput, mempunyai sirip di punggung, dan ekor seperti ikan.
Meskipun axolotl mempunyai insang, axolotl dewasa juga bernapas dengan paru-paru maupun kulit.
Hewan ini selalu menggemaskan meski telah memasuki usia dewasa, sebab ketika mulutnya terangkat, maka akan terlihat senyum kecil yang lucu.
Jarang ada yang tahu kalau senyuman kecil yang diberikan axolotl berfungsi untuk menyedot makanannya.
Axolotl mengisap mangsa berupa krustasea, moluska, telur serangga, dan ikan berukuran kecil.
Axolotl memang imut, namun ukuran tubuh mereka dapat sepanjang 30 meter dan seberat 200 gram, lo.
Mereka juga dapat hidup hingga 15 tahun, teman-teman. Axolotl begitu dicintai di Meksiko, bahkan hewan itu digunakan sebagai metafora dari identitas nasional.
Axolotl pertama kali dibawa dari habitat aslinya, Meksiko, ke Paris pada tahun 1864.
Baca Juga: Jadi Salah Satu Makhluk Mitologis, Bagaimana Awal Mula Munculnya Naga di Dunia? #MendongenguntukCerdas
Kala itu, orang-orang Eropa tertarik untuk membiakkan axolotl dan menjadikannya hewan peliharaan.
Di alam liar, axolotl berwarna cokelat kelabu, sedangakn axolotl yang sering dipelihara biasanya berwarna putih terang dengan insang merah muda.
Axolotl punya kemampuan untuk melakukan regenerasi atau penggantian anggota tubuh yang hilang atau rusak.
Adapun anggota tubuh axolotl yang dapat mereka regenerasi sendiri antara lain jantung, sumsum tulang belakang, dan bagian otak.
Saat ini, axolotl liar sangat terancam punah karena sering diburu manusia.
Padahal menurut orang-orang Amerika Latin dan legenda yang mereka percaya, ketika axolotes punah, manusia juga akan punah bersamanya.
Oleh sebab itu, para petani mencoba mengembangkan pertanian organik guna menciptakan habitat yang baik bagi salamender axolotl ini.
#MendongengUntukCerdas
Petunjuk: Cek di halaman 2!
Tonton video ini, yuk!
Ayo, kunjungi adjar.id dan baca artikel-artikel pelajaran untuk menunjang kegiatan belajar dan menambah pengetahuanmu. Makin pintar belajar ditemani adjar.id, dunia pelajaran anak Indonesia.
Artikel ini merupakan bagian dari Parapuan
Parapuan adalah ruang aktualisasi diri perempuan untuk mencapai mimpinya.
Hadir Lagi, Ada Apa Saja di AIA Healthiest Schools 2024-2025?
PERNAH mampir di cafe atau coffe shop yang bisa ngeracik dan seduh kopi sendiri nggak? Bukan seduh kopi sasetan lho, melainkan seduh kopi beneran, hehehe. Jadi kita pilih biji kopi sendiri, biji kopi yang disediakan di cafe tentunya. Terus kita giling sendiri, racik sendiri, dan seduh sendiri.
Selama ini saya selalu seduh kopi sendiri, biasanya beli biji kopi yang sudah disangrai dan siap untuk digiling. Akan tetapi, karena kadang ngegilingnya nggak pas jadi rasanya nggak sesuai harapan. Jadi saya beli kopi yang sudah digiling dan siap diracik.
Karena waktu saya nggak banyak, saya lebih memilih racik kopi pakai coffe makker. Saya tinggal ambil kopi bubuk dan air sesuai takaran. Masukan kopi dan air di coffe maker lalu nyalakan. Setelah beberapa menit menunggu, jadilah kopi yang saya inginkan.
Masalahnya, kadang saya juga ingin sesekali meracik dan seduh sendiri secara manual. Pernah beberapa kali mencoba, tetapi hasinya kurang memuaskan, habis nyobanya tanpa bimbingan, hehehe.
Nah, kebetulan banget, di dekat rumah ada Kopi Dewa. Saya dengar dari Teh Ima –teman Blogger Bandung yang juga suka ngopi, di Kopi Dewa kita bisa seduh kopi sendiri. Hebatnya, harga yang ditawarkan murah banget, cukup Rp5000,- saja.
“Seduh Goceng,” kata sang pemilik Kopi Dewa, Kang Restu Dewa saat saya datang bareng keluarga di sore hari, di tengah hujan rintik-rintik.
Kok saya bawa pasukan sih, buat ngopi-ngopi dan ngerasain #SeduhGoceng? Bukan apa-apa, anak-anak juga mulai suka ngopi, sayang kan kalau saya belajar seduh sendirian saja? Alhasil, sore itu saya dan anak-anak belajar seduh kopi.
Kopi Dewa Bukan Sekadar Cafe
Awalnya saya pikir Kopi Dewa itu cafe, saya sempat kepoin istagramnya, scrool feed-nya hingga ke bawah sama sekali nggak ada menu terpampang di sana. Setelah tiba di lokasi baru tahu, Kopi Dewa memang bukan cafe melainkan Roastery and Minilab. Pantas tidak ada menu, hehehe.
Meski pun tidak ada menu, banyak pilihan kopi yang ditawarkan dan bisa dipesan di sana, termasuk minuman yang jadi favorite anak-anak sekarang seperti Taro, Green Tea, dan Red Velvet. Si Bungsu waktu ditawari minuman langsung pilih Taro hangat.
Saya sendiri yang sore itu masih agak-agak pilek lebih memilih Coffe Latte hangat, sementara si Sulung pilih Cappuccino dingin. Saya sempat tanya bedanya Coffe Latte sama Cappuccino, soalnya dari cara Kang Restu ngeracik nggak ada bedanya.
“Bedanya pada komposisi antara kopi dan susu, Kang,” jelas Kang Restu.
Selain Coffe Latte dan Cappuccino ada Flat White. Ketiga jenis menu tersebut kayaknya di setiap cafe ada, soalnya memang jadi minuman paling populer dan sering dipesan pengunjung.
Ketiga minuman tersebut memiliki dua bahan utama yang sama yaitu susu atau textured milk dan espresso yang diracik dengan cara berbeda dan disajikan dalam wadah dan aturan berbeda pula.
Jika Cafe Latte perbandingan antara espresso dan susunya kurang lebih 25 : 75, kalau Cappucinno perbandingannya kurang lebih 50 : 50. Makanya, Cafe Latte memiliki rasa susu atau creamy yang jauh lebih kuat dibandingkan dengan cappuccino.
Sementara kalau Flat White konon katanya perpaduan dari Cafe Latte dan Cappucino. Ah, saya belum belajar ini, jadi belum tahu. Nanti kalau ke Kopi Dewa lagi tanya ke Kang Restu.
Seduh Goceng Kopi Dewa
Setelah minuman yang saya pesan habis, Kang Restu nawarin seduh goceng. Ya ampuuun, saya pengin banget, tetapi hidung rada mampet, takut hasilnya nggak maksimal. Akhirnya, si Sulung yang coba Seduh Goceng.
Sulung yang sekarang udah kelas 1 SMA di SMAN 20 Bandung sudah sering wara-wiri di coffe shop sama teman-temannya. Apalagi dia aktif di OSIS, jadi aja sering meetingnya di coffe shop dan sambil ngopi pastinya.
Sulung memilih kopi yang disedaikan di dalam beberapa toples. Sulung memilih jenis Ciwidey Natural. Kebetulan sudah ada yang digiliring jadi tidak perlu mengiling lagi. Untuk meracih dan menyeduh kopi, Sulung memilih coffee dripper V60.
Dengan dipandu Kang Agil, salah satu barista di Kopi Dewa, Sulung mulai meracik. Mulai dari menyiapkan coffe driver V60, memasang penyaringnya, membasahi penyaringnya dengan mengucurkan air melalui teko, memasukan kopi ke dalam driver sesuai timbangan, hingga menyeduh kopi hingga tuntas.
Selama proses meracik dan menyeduh si Sulung terlihat menikmatinya. Tahapan mulai dari meracik, menyeduh, hingga menyajikan dalam sebuah gelas dilalui dengan santai.
Setelah kopi jadi, kita diberi tahu cara menyeruput kopi yang benar. Mulai dari mengambil sendok, mencelupkannya pada air putih yang ada dalam gelas, mengambil sesendok kopi, menempelkannya pada bibir bawah (proses ini untuk mengecek apa kopinya masih panas atau tidak), setelah itu diseruput dengan satu tarikan keras.
Saat menyoba menyeruput kopi semua ketawa, harusnya menimbulkan suara srupuuut, eh, ini tidak menimbulkan suara apa pun, hahaha. Karena penasaran semua mencobanya, termasuk saya.
Tanpa terasa, sore semakin larut dan azan magrib berkumandang. Setelah kopi yang diseduh si Sulung habis, kami semua meluncur menuju masjid yang lokasinya tidak jauh dari Kopi Dewa.
Saya sempat tanya sama Sulung, apa masih penasaran buat Seduh Goceng lagi? Dengan mantab dia mengangguk, “Kalau bisa seminggu sekali, Kakak mau. Mau nyobain semua alat,” katanya menutup sore yang indah di ujung Bulan Desember yang gerimis. Mau Seduh Goceng juga? Yuk datang saja ke Kopi Dewa.
Komplek Bahagia Permai, Margacinta,
Jl. Bahagia Permai Raya No.2, Margasari,
Kec. Buahbatu, Kota Bandung, Jawa Barat 40286.
Q) How many trains pass through the Dewa Railway Station (DEWA)?
A) There are 0 trains that pass through the Dewa Railway station. Some of the major trains passing through DEWA are - (, , etc).
Q) What is the correct Station Code for Dewa Railway Station?
A) The station code for Dewa Railway Station is 'DEWA'. Being the largest railway network in the world, Indian Railways announced station code names to all train routes giving railways its language.
Q) Dewa Railway Station falls under which zone of Indian Railways?
A) Indian Railway has a total of 17 railway zone. Dewa Railway station falls under the Western Railway zone.
Q) How many platforms are there at the Dewa Railway Station (DEWA)?
A) There are a total of 0 well-built platforms at DEWA. Book you IRCTC ticket on RailYatri app and RailYatri Website. Get easy access to correct Train Time Table (offline), Trains between stations, Live updates on IRCTC train arrival time, and train departure time.
Q) When does the first train arrive at Dewa (DEWA)?
A) Dewa Railway station has many trains scheduled in a day! The first train that arrives at Dewa is at at hours. Download the RailYatri app to get accurate information and details for the Dewa station trains time table.
Q) When does the last train depart from Dewa Railway Station?
A) The last train to depart Dewa station is the at .
Dewa adalah entitas supranatural yang menguasai unsur-unsur alam atau aspek-aspek tertentu dalam kehidupan manusia. Mereka disembah, dianggap suci, dan keramat, serta dihormati oleh manusia. Mereka yang berjenis kelamin pria disebut "Dewa", sedangkan "Dewi" adalah sebutan untuk yang berjenis kelamin wanita.
Dewa er d'jie memiliki bermacam-macam wujud, biasanya berwujud manusia atau hewan. Mereka hidup abadi dan memiliki kepribadian masing-masing. Mereka memiliki emosi dan kecerdasan seperti layaknya manusia. Beberapa fenomena alam seperti petir, hujan, banjir, badai, dan sebagainya, termasuk keajaiban dihubungkan dengan mereka sebagai pengatur alam. Mereka dapat pula memberi hukuman kepada makhluk yang lebih rendah darinya. Beberapa dewa tidak memiliki kemahakuasaan penuh, sehingga mereka disembah dengan sederhana.
Kata "dewa" dalam bahasa Indonesia berasal dari kata dewa atau daiwa (bahasa Sanskerta), yang berasal dari kata diw (bahasa India-Iran), yang berasal dari kata deiwos atau deywos (bahasa Proto-India-Eropa), yang merupakan turunan dari kata diw atau dyew yang bermakna "langit, surga, cahaya, atau bersinar". Kata dewa dalam bahasa Inggris (deity) berasal dari deité (bahasa Prancis Pertengahan), yang berasal dari deus (bahasa Latin), yang berasal dari devos atau deiuos (bahasa Latin Lama), yang berasal dari deiwos (bahasa Proto-Italia), yang pada akhirnya memiliki akar serupa dengan kata "dewa" dalam bahasa Indonesia, yaitu kata diw atau dyew dalam bahasa Proto-India-Eropa. Kata dewa sama sekali tidak ada hubungannya dengan kata devil (iblis, setan).
Istilah dewa diidentikkan sebagai makhluk suci yang berkuasa terhadap alam semesta. Meskipun pada aliran politeisme menyebut adanya banyak tuhan, tetapi dalam bahasa Indonesia, istilah yang dipakai adalah "dewa" (contoh: dewa Zeus, bukan tuhan Zeus). Biasanya istilah dewa dipakai sebagai kata sandang untuk menyebut penguasa alam semesta yang jamak, bisa dibayangkan dan dilukiskan secara nyata, sedangkan istilah tuhan dipakai untuk penguasa alam semesta yang maha tunggal dan abstrak, tidak bisa dilukiskan, tidak bisa dibayangkan.